Sabtu, 26 Februari 2011

WHY DID WE GET MARRIED(?)

Seorang kawan,sudah menikah,mengirimkan pesan pendek yang isinya "hiks..capek nih buk,bosen di rumah mulu,urusin rumah,mana si bebe lg nakal2nya...jadi pengen kerja lagi deeeeh." Pesan itu terkirim saat kondisiku belum menikah dan belum mempunyai anak. Kaget juga, karena sebelum memulai biduk rumah tangga itu dia paliiiiiiing getol ingin cepat-cepat mersmikan hubungannya dengan sang pacar ke arah pernikahan,trus berencana jadi ibu rumah tangga murni yang bakal urusin rumah full time 24 jam! "iya dooong,harus full time, kan kalau sudah merit kita sepenuhnya jadi milik suami." Ucapnya kala itu saat kami-aku dia,dan sahabat kami yang lain- kumpul2 di sebuah kafe buat diskusiin-tepatnya-ngrumpiin angan-angan kami setelah kami menikah nanti. Ika kawanku yang lain langsung menimpali, "Iih ya gak segitunya kali,biarpun udah merit tetep aja aku mau eksis ama karirku, kan kalau dua-duanya jalan seimbang rumah tangga bakal lancar, dan aku yakin,dengan keuangan keluarga yang kuat, pondasinya juga bakalan kuat." Tapi langsung dibantah oleh nunuy, kawanku yang mengirim pesan pendek atau sms ke aku. "Lhoo..yang namanya cari uang atau berkarir itu kan tugasnya suami, lha kita yang jadi istrinya tugasnya ya berkarir di rumah lah...ama ngabisin duit suami tentunya.." ucapnya kala itu sambil tersenyum- senyum nakal. "Wahahahahahaaa..." kami semua saat itu menanggapi hal itu sebuah kelucuan. "Eh...pee, lha nurut kamu sendiri gimana? biasanya kamu paling antusias kalau bicarain urusan beginian." Ika menyenggol tanganku yang setadi tadi mengaduk-aduk jus strawberry sambil menyimak pembicaraan kawan-kawanku tadi. "Ehm...gimana yaa...? bukan diam,cuma menyimak dan mikir aja ama pembicaraan kalian...emang niatan kalian untuk menikah apa sih?kok yang satu mikir ngabisin duit suami, trus yang satu pengen tetep kerja biar kondisi keuangan tetep aman, emangnya menikah itu hanya buat urusan uang pooo...?" ucapku enteng sambil sesekali menikmati jus strawberry yang memang menjadi favoritku setiap makan di kafe. Dan sudah kuduga jawaban mereka bakalan kompak "Iyaaaa doooong...." Dan Ika menambahi " Merit ya..kalau gak ada duitnya ...aduh maaakkk...mending gak usah deeeeh....palagi kita-kita ini kan perempuan yang berpendidikan tinggi, anak kuliahan gitu..masak gak di pake kerja sih, kan rugi bandar. Emangnya kalau udah nikah gak boleh berkarir?" "Yaa..bukan gak boleh sih, tapi kalau bisa kan gak jadi yang utama, lagian emang bener kata nunuy, kalau yang punya tugas dan tanggung jawab menafkahi anak istri kan suami. Jadi bekerjanya gak sampai melampaui jam kerjanya suami gitu looh, kalau bisa sebelum suami di rumah kan istri udah di rumah. Cuman kalau tak pikir-pikir kok capek banget..udah sibuk di kantor, di rumah harus urusin suami ma anak juga..." Aku menimpali dengan panjang lebar. "Tuh kan...si Pee sepakat ma akuu." Nunuy merasa di atas angin karena ada followernya heheheee..."Ya gak sepakat seratus persen juga, masak mentang-mentang udah urusin rumah trus mau ngabisin uang suami, tetep harus bijaksana juga kan pemakainya?" Ucapku. " Lho...kalau emang suami kita kaya dan duitnya banyak kenapa enggak hayoo." Kata nunuy nakal. Aku pikir - pikir saat itu ya memang benar siih, tapi masalahnya apa semudah itu kita mendapatkan suami yang kaya raya? yang ada kalau bukan kekayaan orang tuanya ya biasanya laki-laki yang sudah mapan rata-rata sudah berkeluarga juga. Dan pembicaraan kami waktu itu akhirnya memperdebatkan masalah rencana - rencana yang bakal kami buat jika kami menikah dengan lelaki kaya. Hemmm......manis sekali rasanya.
Dan kini...Nunuy yang bertekad mati-matian apapun yang terjadi bakalan menjadi Ibu Rumah Tangga murni alias IRT, mengirim sms yang menurutku kurang enak tadi. Kubalas saja pakai penggalan lagunya D'Massiv "Syukuri apa yang ada, hidup adalah anugrah..bla..bla.." Entah mungkin rada bete dengan jawaban smsku tadi atau apalah, tap setelah itu Nunuy tidak membalas lagi. Hihiii geli aja, kesel kali.
Tapi jadi berpikir lagi...Sebelum memutuskan untuk mengatakan 'Yes I do!" (versi baratnya), kira - kira yang ada di benak seseorang itu apa ya? Bukankah intinya untuk sebuah kebahagiaan? dan semua pasti (insya Allah) sudah menyadari -entah diakui atau tidak- mendapatkan kebahagiaan itu tidak gratis dan harus ada konsekuensinya, lha wong namanya juga hidup. Seperti Nunuy tadi, awalnya dia memang sudah kerja di sebuah perusahaan, tapi karena setelah menikah dia memutuskan untuk keluar dan mau jadi IRT saja, ya mau tidak mau 24 jam waktunya dia habiskan untuk mengurus keperluan suami dan anak tho? Sama kok seperti aku. Tapi yang ada sekarang dia mengalami kejenuhan. Setiap hari sms hanya mngeluh capek dan capek, suami tidak pengertian, lalu anaknya yang bandeelnya minta ampun. Dan tidak jauh beda juga dengan diriku. Hanya saja kalau aku Suami tercintaku amat sangat pengertian dan mau membantu sebagian pekerjaan rumah tangga yang mampu dia tangani. Kalau hal ini aku ceritakan ke Nunuy jawabanya "Ya kamu enak pas dapet suami kayak gitu, lha akuuu...huuuh suami aku tuh gak banget deh kalau urusan pengertian..." Nah lhoo...apa tidak di komunikasikan satu sama lain, karena kalau menurut aku pernikahan itu ya sebuah komunikasi, yang harus aktif dari kedua belah pihak, bukan hanya satu pihak saja. Karena pasangan kita atau kita ini bukan paranormal yang bisa menebak kira-kira keinginan pasangan itu apa. Yang ada kalau tidak ada timbal balik yang tepat tidak terjadi sebuah keseimbangan, trus timpang dan akhirnya bisa retak atau putus karena berat sebelah.
Beda lagi dengan salah satu kawan yang - akhirnya- menikah dengan orang kaya, teapi kekayaan orang tua suaminya. Pernah suatu kali bilang "Hiks...gak mau aku kalau tahu nikah sama orang kaya tapi disetir orang tuanya kayak gini, semua perkataan bapaknya gak bisa di bantah!" lhaaa dalaaaah...padahal aku sangan ingat benar sebelum menikah aku penah tanya, apakah dia benar-benar mencintai calon suaminya itu?karena mereka baru bertemu 1 bulan lalu memutuskan untuk menikah, dan jawaban dia dengan entengnya "Enggak siih...tapi yang penting duitnya banyak, itu intinya." Ups! kaget juga...lalu hakikat pernikahan itu sendiri dibangun atas dasar apa doong, atas dasar butuh uang?bukan atas dasar saling mencintaikah? Akhirnyaaa?tarrraaa....setiap harii hanya keluhan dan keluhan...Heemmm...sekali lagi itulah hidup yang meminta bayaran atas setiap permohonan. Dan yang perlu diingat Tuhan itu selalu mengabulkan keinginan hamba-hambaNya lho, juga memberikan apa yang benar-benar hamba-hambaNya inginkan, tapiii ya itu tadi, tetep ada konsekuensi yang harus di bayarkan.
Lalu untuk Ika kawanku yang cita-citanya ingin tetap berkarir tadi...sampai sekarang karirnya sangat bagus, tapii yaaaaa belum ada jodoh yang nemplok ke dia.
Memang seharusnya sebelum kita mengambil keputusan untuk menikah, harus benar-benar memikirkan apa dan kenapa kita kok ingin menikah, karena hal itu bisa menjadi dasar dari rule of game nya rumah tangga kita nantinya. Dan kalau aku sendiri saat akan menikah, salah satu keinginan terbesarku ya AKU HARUS BAHAGIA LAHIR BATIN DUNIA AKHIRAT BERSAMA SUAMI DAN ANAK_ANAKKU!